Sejatinya Mendirikan Shalat


Banyak orang terbuai dunia. Hati mereka hanya disibukkan gemerlap dunia, sehingga melupakan kehidupan akhirat. Akibatnya, mereka lalai dari Khaliq mereka. Mereka abaikan syariat agama ini. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ ۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan (atau lembah di neraka). [Maryam/ 19: 59]
Ada sebagian orang mengerjakan shalat. Namun tidak berefek positif pada kehidupan mereka. Mereka tidak memperhatikan adab-adab shalat, tidak konsisten menunaikan rukun dan adabnya. Yang ada, hanya gerakan fisik belaka namun kosong dari kekhusyukan. Seolah shalat itu hanya gerakan badan tanpa ada ruh dan hati.
Belum lagi keadaan mereka di luar shalat! Sebagiannya tetap saja bertutur kata kotor, berprilaku buruk, tak segan memakan haram, dan berbagai kemaksiatan lain masih ia langgar! Kadang timbul tanya, bukankah shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar? Lalu mengapa shalat mereka tidak membawa angin segar pada perangai mereka?
Jawabannya adalah, karena ruh shalat belum bisa mereka hadirkan, yaitu khusyuk. Allâh Subhanahu wa Ta’ala mensifati kaum Mukminin bahwa mereka khusyuk dalam shalat dan sebagai balasannya, Allâh memberikan kemenangan dan keberuntungan bagi mereka. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ﴿١﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ
Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, [Al-Mu’minun/23:1-2]
Ibnu Rajab berkata, “Asal makna khusyuk adalah: hati yang lembut, tenang dan tunduk, hati yang luluh karena Allâh Azza wa Jalla . Bila hati khusyuk, maka ia akan diikuti kekhusyukan semua anggota badan. Karena anggota badan mengikut pada hati.” Al-Hasan berkata, “Khusyuk mereka ada di hati mereka, sehingga mereka menundukkan pandangan dan merendahkan diri.”
Inilah jalan kaum salaf dalam shalat mereka. Yaitu mereka yang menghadirkan rasa takut ketika menghadap Allâh Azza wa Jalla dalam shalat. Hatinya khidmat dan khusyuk, sehingga khusyuknya menjalar pada anggota badan, raut muka dan gerakan mereka, karena mereka menyadari keagungan Allâh Azza wa Jalla . Hilang dari benak mereka semua urusan duniawi, karena mereka tengah bermunajat kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Saat itulah shalat menjadi ketenangan hati yang hakiki. Seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat Anas Radhiyallahu anhu :
وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
Dan dijadikan kesejukan pandanganku di dalam shalat. [HR. Ahmad, Nasa’i]
Juga dalam Musnad Imam Ahmad, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قُمْ يَا بِلَالُ فَأَرِحْنَا بِالصَّلَاةِ
Wahai Bilal, bangunlah,  rehatkan kami dengan shalat.
Inilah ketenangan yang hakiki. Ia tahu, tatkala mengangkat tangannya, sejatinya ia tengah menggagungkan Allâh Azza wa Jalla . Bila menyedekapkan tangan kanan di atas tangan kiri, sebenarnya ia tengah merendahkan diri di hadapan Allâh Yang Maha Perkasa, seperti yang dikatakan Imam Ahmad.
Inilah sikap muslim dalam shalatnya. Ia pererat tautannya dengan Allâh, agar bisa meraih janji Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاَةٌ مَكْتُوبَةٌ فَيُحْسِنُ وُضُوءها ؛ وَخُشُوعَهَا، وَرُكُوعَهَا ، إِلاَّ كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا قَبْلَهَا مِنَ الذُّنُوب مَا لَمْ تُؤتَ كَبِيرةٌ ، وَذلِكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
Tidaklah seorang Muslim di mana tiba shalat fardhu, lalu ia memperbagus wudhu, khusyuk dan rukuk dari shalatnya, melainkan itu (shalatnya) menjadi kaffarah penghapus dosa yang sebelumnya, selama dosa besar tidak ia langgar. Dan itu berlangsung sepanjang masa. [HR. Muslim]
Kedudukan khusyuk dalam shalat seperti kedudukan kepala dalam tubuh manusia. Orang yang shalat sedangkan hatinya berputar-putar menerawang dunia, maka syetan akan mencuri shalatnya. Yaitu dengan banyak menoleh, banyak  bergerak mempermainkan tubuh atau pakaiannya. Kadang ia tidak thuma’ninah, tidak sadar dan tidak paham dengan yang ia baca. Maka dikhawatirkan shalatnya akan tertolak. Seperti sabda Rasûl Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّ أَسْوَأَ النَّاسِ سَرِقَةً الَّذِي يَسْرِقُ صَلَاتَهُ ” قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ وَكَيْفَ يَسْرِقُ صَلَاتَهُ؟ قَالَ: ” لَا يُتِمُّ رُكُوعَهَا وَلَا سُجُودَهَا وَلَا خُشُوعَهَا
Sesungguhnya orang mencuri yang paling buruk adalah orang yang mencuri shalatnya.” Sahabat bertanya: “Bagaimana ia mencuri shalatnya?” Beliau menjawab: “Ia tidak menyempurnakan rukuk, sujud dan khusyuknya.” [HR. Ahmad, Al-Hakim, Ibnu Khuzaimah]
Ketika hati manusia mengeras, manusia pun enggan mencari ilmu agama, maka banyaklah terlihat orang yang merusak shalat mereka. Ada yang shalat, namun tetap berbuat keji dan munkar. Atau berbuat hal yang merusak aqidahnya, atau bertabrakan dengan dasar-dasar Islam. Ia tetap memakan riba, korupsi, menyuap, minum minuman memabukkan, dan lainnya. Mereka ini yang juga shalat, apakah telah mendirikan shalat dengan baik dan menunaikan kewajibannya dengan sebaik mungkin?!
Demi Allâh! Sekiranya mereka menunaikannya dengan benar, tentu mereka akan menghentikan semua hal yang haram. Hanya saja, mereka ini telah menyia-nyiakan inti shalat.
Ubadah bin ash-Shâmit Radhiyallahu anhu berkata, “Ilmu yang pertama kali diangkat dari manusia adalah khusyuk. Hampir-hampir engkau memasuki masjid yang diadakan jamaah, namun tidak engkau lihat orang yang khusyuk di dalamnya.” [HR. At-Tirmidzi]
Akankah kita berkenan untuk kembali dengan benar pada ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  dalam segala hal, termasuk dalam menunaikan shalat? Semoga Allâh memberi taufiq kepada kita untuk mewujudkannya.
Bertakwalah wahai hamba Allâh! Marilah kita mengagungkan syiar-syiar agama ini. Jauhkan hati ini dari dominasi dunia, agar kita selalu bertaut kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala , sehingga shalat kita pun khusyuk dan penuh khidmat.
Agar hati khusyuk, haruslah kita menghadirkan hati dan menghayati keagungan Allâh al-Khaliq. Kita bersihkan hati ini dari segala hal yang membuat kita berpaling dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Janganlah menyibukkan hati dengan urusan dunia. Namun ramaikanlah hati ini dengan iman, dan tutup rapat-rapat celah-celah masuknya setan.
Hal lain yang membantu kekhusyukan adalah agar kita hanya memandang pada tempat sujud belaka. Janganlah mata ini bergerilya berkeliaran dalam shalat. Juga kita sedekapkan tangan kanan kita di atas tangan kiri saat berdiri. Hayatilah apa yang kita baca, baik itu ayat Al-Qur’an maupun doa-doa shalat. Janganlah kita menengokkan wajah, dan jagalah thumakninah kita. Sekali-kali hindari sikap tergesa-gesa dan gerakan mendahului imam. Juga hindarilah gerakan-gerakan sia-sia dalam shalat.
Marilah kita perbaiki shalat kita. Bila memang seorang hamba punya keinginan kuat  mendapat kebaikan, Allâh pun akan memberinya taufiq dan memudahkannya. Sekiranya kaum muslimin menunaikan shalat seperti halnya yang dicontohkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dengan taufiq Allâh, tentunya itu akan menjadi langkah awal yang efektif untuk memperbaiki kondisi mereka, akan menjadi jalan menuju terbukanya kemenangan atas musuh, dan merealisasikan kebaikan dunia dan akhirat.


Read more https://almanhaj.or.id/7355-ruh-dari-shalat.html

CERITA GUS QOYYUM; Cinta Nabi, dicintai Jibril


Ketika terjadi perang, ternyata Tolhah menyembunyikan Rasululah Saw. Dari serangan dan gempuran kafir Qurays. Tolhah ! Besuk hari Kiamat kalau Jibril melihat pean kok gething maka itu bahasaya. Sebab pean menyelamatkan saya. Begitu kata Rasul. Besuk pada hari Kiamat pean akan diselamatkan Jibril dari kecemasan, kegelisan dan seterusnya. Ini hadis Shoheh tertulis dalam kitab “Al-Ahadits al-Muhtaroh”.
Mengamankan Nabi maka akan diamankan Malaikat Jibril
Senang dengan Nabi maka akan disenangi Malaikat Jibril
Menolong Agama Nabi maka akan ditolong Malaikat Jibril
Mencintai Nabi maka akan dicintai Malaikat Jibril, dst.
Belum tentu lomenolong pengurus NU ditulungi Jibril. Lihat konteksnya dulu. Sebab apa ? Nabi itu kalau dilihat dari teologi Aswaja lebih tinggi Nabi daripada Malaikat. Sekalipun ….. “Wa huwa fi ufuqil ‘a’la….
Psikologi Tasawuf, Malaikat itu tidak punya sifat satu yang dimiliki manusia. Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin disebutkan sifat Sabar.
Contoh sabar. Akal menentang nafsu. Sate kambing enak. Tapi kalau kita hipertensi alias darah tinggi maka akal mencegah dan kita tidak mahu sate.
Kita ingin punya mobil mewah. Itu nafsu. La wong hutangmu masih banyak. Maka akal mengatakan jangan.
Imam Fahkruddin dalam Tafsirnya Mafatihul Ghoib mengatakan bahwa hewan hanya punya nafsu. Maka tidak heran kalau hewan selalu ingin kawin banyak. Kalau Malaikat hanya punya Akal. Sehingga Qur’an menybutkan “…. Yahafuna Robbahum…. wayaf’aluna ma yukmalun”. Mereka (Malaikat) menuruti semua perintah Allah…..
Sehingga Malaikat ndak pernah ingin Narkoba, riba, korupsi, dst. Sehingga tidak tejadi Sabar.
Sabar itu hanya dimiliki manusia dan Jin. Mulo Nabi Muhammad lebih mulia daripada Malaikat.
Dalam kitan Al-Mu’zijatul Qur’an disebutkan bahwa kalau huruf “Ba’” titiknya = 1, kalau huruf “Tak” titiknya = 2. Maka kalau ditotal jumlahnya = 1.015.030. titik pertama adalah huruf “Ba’” ini terdapat dalam surat al-Fatihah. “Bismillahirrohmanirrohim…. dan titik paling akhir adalah…. Minal jinnati wa nnas.
“Kun Fayakun = disebut 8 kali
“Kuunuu = disebut 11 kali
Kuunii = disebut 1 kali.
Contoh; “Kuunii bardan wa salaman…..
Dalam Quran disebutkan “Wa Kuunuu ma’a al-Shodiqin” maka belajar dari sini harap dikulinakno kumpul dengan orang jujur.
Cari panitia Masjid itu gampang. Tapi kalau cari yang jujur itu sulitnya bukan main.
Ada cerita dari Malaysia. Namanya Sayed Ali Ja’far al-Saddad. Ia orang ndak punya rumah dan ndak seneng dengan uang. Sehingga Sayed Muhammad Alwi al-Maliki seneng kunjung ke beliau. Padahal rumah aja ndak punya dan sering pindah-pindah tempat/ kos. Kenapa Sayed Muhammad seneng kunjung ke beliau ? Sebab kalau masuk ke rumah Sayed Ali itu bisa bertemu langsung dengan Rasulullah Saw.
Maka “….. Kuunuu robbaniyyina…. wabima kun tum tad rusunnn…”
Pendidik jalur Allah itu specifik. Semisal; Sech Abdul Qodir al-Robbani, dst.
Maka untuk bisa menjadi “pendidik Robbani…” itu ada 2 syarat; sregeb ngajar kitab dan sregeb nderes kitab.
Mbah Kholil, Mbah Hasyim itu kalau udah ngajar sejak subuh samapi jam 01.00 dini hari dan itu tanpa sirtifikasi.
Imam Abu Hanifah baca Qur’an di dalam Ka’bah dengan berdfiri lagi. Padahal ketua PPP aja belum tentu sudah masuk Kakbah. 300 hataman ketika Imam Abu Hanifah di penjara.
Teori dan sejarah. Ada kejadian yang ditulis oleh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab “Irsyadul ‘Ibad”. Diceritakan bahwa, suatu ketika Imam Syafi’i bertemu seorang Uskup (Pendeta) yang masuk Islam. Karena ‘aneh’. Wong aslinya Uskup kok sekarang mendadak menjadi masuk Islam. Maka ditanyalah oleh Imam Syafi’i. Kenapa pean kok bisa masuk Islam ? Maka si Uskup ini bercerita. Bahwa saya ini suatu ketika naik kapal (perahu). Mendadak perahu saya terkena ombak dan pecah berantakan. Saya akhirnya terdampar di suatu yang super angker.
Mendadak ketika terdampar itu saya melihat ada ‘makhluk aneh’. Kepalanya berupa burung unta, wajahnya manusia, kakinya manusia dan ekornya seperti ikan. Dan makhluk ini tenyata Jin. Dan makhluk ini selalu berdzikir “Laa illaha illal ghoffar, muhammadurrasulullah annabiyyul muhtar” Karena melihat fenomena seperti itu maka si Uskup lari tunggang langgang. Maka oleh si ‘makhluk’ tadi dibilangi. “Heiiii…. jangan lari kalian. Nanti kalau pean lari maka pean tidak akan selamat. ( Pean jangan tanya kira-kira ini jin NU atawa Muhammadiyah ? ha…. ). Maka si Uskup ini berhenti. Dan dikatakan oleh Jin. Karena pean sudah masuk di kampung Jin. Maka pean harus masuk Islam. Sebab tidak ada seorangpun yang masuk ke pulau ini yang tidak masuk Islam bisa selamat. Maka dengan suka rela si Uskup ini menyatakan Syahadat. “Ashadu anla ilaha illa Allah….. setelah si Uskup ini menyatakan bersyahadat maka ditanya oleh si Jin. Apakah kalian ingin berdomisili di sini atawa ingin pulang kampung ? Maka di jawab si Uskup. Saya tentu ingin kembali ke kampung halaman. Oh….kalau demikian maka pean harus menunggu perahu lewat.
Alhamdulilah tidak berapa lama ada perahu lewat. Dan yang luar biasa perahu ini ditumpangi oleh 12 pendeta. Oleh si Uskup diceritakan kalau pean masuk pulau ini wajib masuk Islam agar selamat. Maka ke-12 pendeta inipun masuk Islam.
Ada seorang ilmuwan Dr. Ahmad Sauqi menulis dalam kitan “Al-I’jazul ‘ilmi fi haditsinnabi”. Beliau bercerita, bahwa di Inggris ada perusahaan batu bara baterai dan penghancuran mobil bekal. Banyak karyawan yang terancam kanker. Kenapa ? Sebab terkena radiasi. Kebetulan si Direktur perusahaan mendengar bahwa “Siapa saja yang sarapan kurma 5-7 buah maka akan aman dari racun dan sihir. Lebih-lebih kalau kurma Ajwa dan juga kurma umumnya. Akhirnya ini diterapkan oleh pabrik. Akhirnya pihak pabrik mengontrol karyawannya dan mereka terkejut luar biasa. Bahwa mereka semua dalam kondisi sehat wal afiat berkat dari kurma ini.
Oleh karena itu jangan dilupakan bahwa untuk menjadi “Robbani” itu harus sregep baca dan nderes Al-Qur’an. Ayo lebih ini baca nota vs Quran. Kami yakin pean semua akan lebih rajin baca nota.
Saya (Gus Qoyyum) itu satu kampung, satu kecamatan dengan beliau-beliau semisal;
Yai A.Siddiq jember itu aslinya juga Lasem
Yai Ali Maksum itu aslinya juga Lasem
Yai Mahfud Sidiq itu aslinya juga Lasem
Yai Abdullah Sidiq itu aslinya juga Lasem
Yai Sahal Mahfud itu aslinya juga Lasem
Ada cerita dari Mbah Kholil Bangkalan. Suatu ketika ada orang lumpuh yang kebetulan orang China dan dipikul oleh punggawanya. Ketika sudah di depan rumah Mbah Kholil, beliau tidak menyambutnya layaknya seorang tamu keabnyakan. Tapi beliau ,membawa pedang tajam yang diayun-ayunkan ke arah orang yang membawa orang lumpuh tadi. Karena saking takutnya maka si orang China yang lumpuh tadi dibrekkan dan ditinggal lari tunggang langgang. Maka si China yang dibrekkan tadi juga lari ketakutan terbirit-birit.
Inilah contoh yang paling gampang orang kalau udah pada tingkatan “Robbani”. Si sakit belum ‘curhat’ tentang keluhan sakitnya aja udah tahu obat mujarabnya. Dan secara tidak disadari si China tadi sembuh dengan sendirinya. Dan bukan juustru di suwuk.
Berikutnya dalam Al-Qur’an disebutkan “ Kuunuu Qiradatan Hasi’in” jadilah kalian monyet yang hina.
Merosot jatuh ke bawah ke tingkat bintang. Naudlubillah min dzalik.
Dulu ada advokat Yusuf An-Nabhani, putra pendiri Hizbuttahrir (HT). Beliau sangat suka menyanjung Rasulullah dalam setiap tulisannya. Beliau alumni Al-Azhar.
Ada wali namanya Muhammad bin Ahmad bin Utbah. Suatu hari ada tamu. Maka sang wali memerintahkan untuk menuangkan ceret/teko kopi ke dalam dalam cangkir, padahal teko tersebut kosong. Dan alhamdulilah dengan seijin Allah cangkir tersebut bisa terisi dengan air kopi. Suatu ketika Sayyid Al-Ro’i, ia dalah tukang gembala silaturrahim kepada Robi’ah al-Adawiyah yang kebetulan akan berangkat haji. Maka Al-Ro’i mengambil tanah dan jadilah uang. Kemudian uang tersebut diberikan kepada Robi’ah al-Adawiyah. Oleh sang wali Robi’ah. Hei Al-Ro’i, lihatlah tanganku ini ! Jawab Al-Ro’i, tangan pean ndak ada apa-apa. Coba lihat sekali lagi. Dan ternyata benar, dari tangan sang Wali Robi’ah ini keluarlah uang ratusan ribu. Coba bandingkan kalau Al-Ro’i masih menggunakan unsur tanah untuk menjadikan uang. Maka Robiah, sang wali ini cukup menggenggamkan tanganya dan sudah keluar uang.
Prof. Baiquni, pakar Atom Indonesia (muzarroh) sedangan nuklir (khowawi). Kalau ngajar atom dengan bertasbih.
Ibnu Sina pakar kedokteran Islam. Kalau hilang inspirasi maka beliau akan mentaqror ke Al-Qur’an. Oleh karena itu sawhnya, tambaknya, tokonya, rumahnya tolong bacakan Al-Qur’an agar berkah. Bahkan kalau ada istri crewes maka bacakan Adzan. Itu juga bagian dari bacaan Al-Qur’an. Ini artinya “Tu’allimunal Kitabb”..
Gus Najib (Jombang); Minhajul Hayat
Mbah Kholil Bangkalan adalah waliyullah. Suatu ketika Yai Abdul Karim atau yang akrab disebut dengan Yai Abdul Manaf ikut nyantri ke Mbah Kholil. Ketika datang bertepatan dengan shalat Dhuhur. Maka Mbah Kholil waktu ngimami shalat tidak dibaca keras alias sirri, demikian pula ketika shalat Ashar. Dan tibalah shalat Magrib maka ketika baca Fatihah ketahuan kalau pelafadan belliau muncul kata “ngalamin”. Bismillah…… Alhamdulilah……Robbilngalamin. ….dst…
Maka dalam benak Yai Manaf ini. Waduhhh…. bagaimana ini Mbah Kholil kok demikian kalau ngimami. Maka katanya sambil membatin. Kalau begini maka besuk saya setelah Subuh akan segera pulang aja. Dan betul, pasca Shalat Subuh Yai Manaf berpamitan kepada Mbah Kholil. Kata beliau, Mbah Kholil…. Maaf saya mohon pamit Yai.. mudah-mudahan mondok saya yang hanya sehari ini barokah. Oleh Mbah Kholil dijawab; ok…ndak apa. Dan silakan pean cari Ulama yang lebih ‘alim daripada saya.
Setelah berjalan menuju pantai Madura untuk mencari perahu mendadk di depan yai Manaf muncul seekor macan yang ganas. Dan mahu menerkam Yai Manaf. Oleh Yai Manaf sudah dibacakan beberapa doa-doa dan mantra-mantra agar si macan ini bisa pindah ke tempat lain. Dan ternyata justru macannya semakin mengaum dengan keras dan ganas. (padahal orang lain ndak ada yang kelihatan dengan macan ini). Maka dengan berat hati Yai Manaf kembali ke Mbah Kholil. Dan oleh Mbah Kholil dikatakan. Kenapa kamu kembali lagi ? Dijawab oleh Yai Manaf. Maaf Mbah Kholil tapi saya mahu menyeberang ternyata da macan yang mahu menerkam saya. Padahal sudah saya bacakan berbagai doa. Tapi kok justru macannya semakin ganas. Oh….begitu. kalau begitu bacakan Fatihah nak ! Lo…sudah kiai. Terus bagaimana kamu cara membacanya. Maka oleh Yai Manaf dibaca dengan tartil dan fasih. Oleh Mbah Kholil, ohhhhhhhhh…. nak..! macan itu tidak takut tajwids atawa maharijul huruf. Maka bacalah sesuai dengan bacaan saya ketika shalat Magrib. Maka Yai Manaf dengan berat hati menuruti perintah gurunya ini. Dan alhamdulilah macan tersebut mahu menyingkir dari tempat tersebut. Kenapa kok bisa lebih mujarab fatihah Mbah Kholil daripada Fatihah yang yang dilafadkan Yai Manaf padahal lebih fasih ketika membaca. Jawabnya adalah karena Fatihah dari Mbah Kholil lebih trnasendatal. Lebih ikhlas dan lebih dekat pada Allah, bukan hanya sekedar kulit luar. Ini bukan berarti maharijul huruf dan tajwid tidak penting. Ia tetap penting, tapi nilai-nilai transenden harus juga diutamakan. Ilmu itu berbeda dengan nilai-nialai “Wabillahittaufiq wal hidayah…
Maka dari sinilah nilai-nilai dari Mbah Yai Soefyan yang bisa kita petik yakni yang sulit adalah “Minhajul Hayatt” (Laku ketika beliau hidup). Dalam aspek lomannya, ngibadahnya, istiqomahnya, sabarnya, dana lain-lain.
Dawuh “ Laqod Kana lakum fi Rasulillah…..
Lafad “Fii..” itu “Dhorof” apa artinya ? Situasi dan kondisi.
Sehingga wali itu pasti ikut Nabi. “ Qul inkuntum tuhibbuna Allaha…..
Ini artinya mewarisi…. sehingga kalau ada yang mengatakan itu orang wali. Lo kok bisa ? sebab dia bisa shalat diatas pelepas daun pisang. Maka bisa kita jawab. Kalau yang begini-begini wali maka codot akan lebih hebat dariada sanag wali ini. Ada juga yang mengatakan dia wali. Lo kok bisa ? sebab dia bisa berjalan di atas air. Maka bisa jawab. Oh…kalau begitu ia akan kalah dengan “ikan al-wader”. Demikian pula kalau dikatakan ia wali. Apa dasrnya dia wali ? sebab dia bisa terbang. Maka kita bisa katakan wali begini akan kalah burung yang kemana-mana juga terbang.
Oleh karena itu maka jadi kiai itu berat sebab “Yandhurul Ummah bi’ainil Rohmah dan bukan Yandhurul ummah bi’ainil Rupiah.
Attawasut, Attawazun, == itu idiologi, maka jangan heran kalau kiai empoe doeloe itu menjadi ikon melawan penjajah. Kenapa kiai tempoe doelo kok bisa sedimikian hebat ? Sebab antara lain ada departemen KUWALAT.
Transensi atau keikhlasan (al-barakah wal hikmah). Lihatlah ada anak yang nilai Fiqhnya 9, nilai Al-Quran 9 dan nilai Hadits juga 9, tapi shalat subuhnya juga jam 9. Kenapa kok bisa demikian ? Karena emang orang sudah pada meninggalkan nilai-nilai keikhlasn alias nilai transendantal.
Lihat pula di kampus-kampus kita. Ada jurusan dakwah, huku, ekonomi, dst tapi mana ada jurusan Sabar atau adil. Pasti ndak ada.
Padahal sejarah ummat Islam selalu identik dengan sejarah pesantren.
Catatan Haul KH. Soefyan AW ke-34

Nasehat KH. Hasyim Asy’ari (Persatuan & Persaudaraan)


Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari merupakan teladan yang luar biasa. Beliau merupakan sosok yang pandai dalam ilmu agama, pendidik, sekaligus orang yang berjiwa sosial tinggi. Kiai Hasyim juga berhubungan erat dengan orang-orang di sekitarnya dan lingkungannya, karena Kiai Hasyim sangat mengedepankan persatuan, persaudaraan, dan tolong-menolon. Sebaliknya beliau memberikan alarm bagi yang suka memecah belah, menebar kebencian, apalagi menimpulkan pertikaian.
Berikut adalah nasihat-nasihat Kiai Hasyim tentang persatuan, persaudaraan, dan tolong-menolong kepada sesama yang disadur dari beberapa kitab dan risalah karya beliau:
“Tolong-menolong atau sikap saling membantu adalah pangkal keterlibatan umat Islam. Sebab, jika tidak ada tolong-menolong, maka semangat dan kemauan mereka akan lumpuh karena merasa tidak mampu mengejar cita-cita. Barang siapa mau tolong-tolong dalam persoalan dunia dan akhirat, maka akan sempurnalah kebahagiaan, nyaman, dan sentosa hidupnya.” (al Qanun al Asasi, 26).
“Manusia hampir bisa dipastikan mutlak bermasyarakat dan bercampur dengan manusia yang lain. Sebab, seseorang tidak mungkin hidup bermasyarakat dan berkumpul, yang bisa membawa kebaikan atau sebaiknyanya, bahaya.” (al Qanun al Asasi, 22).
“Suatu kaum, jika mereka berselisih dan hawa nafsu telah mempermainkan hati dan pikiran mereka, maka mereka tidak akan melihat suatu tempat pun bagi kebaikan bersama. Mereka bukan kaum yang bersatu, tetapi hanya individu-individu yang berkumpul dalam arti jasmani belaka. Hati dan berbagai keinginan mereka saling berselisih. Mungkin ada yang mengira mereka menjadi satu, tetapi hati mereka sebanarnya berbeda-beda.” (al Qanun al Asasi, 23).
“Siapa yang mampu melihat kembali cermin sejarah dan membuka-buka lembaran yang tidak sedikit dari ihwal bangsa-bangsa dan pasang surutnya zaman serta apa yang telah terjadi pada mereka hingga menjelang kepunahan, tentu dia akan mengetahui bahwa kejayaan yang pernah menggemilagi mereka, kebanggaan yang pernah mereka sandang, kemuliaan yang pernah menjadi perhiasan mereka, semua itu tidak lain adalah berkat prinsip secara kukuh mereka pegangi, yaitu mereka bersatu dalam cita-cita,s seiya sekata, searah setujuan, dan pikiran-pikiran mereka pun sejalan.” (al Qanun al Asasi, 24).
“Wahai para ulama, berhentilah dalam bermusuh-musuhan karena berbeda pendapat tentang masalah-masalah furuiyyah, karena yang akan senang dengan kondisi ini adalah kaum kafir yang sedang menjejah negera ini. Ingat, kalian semua adalah saudara.” (al Mawaidz, 32-33)
“Wahai kaum muslim, bersatulah! Tolong menolong lah dalam kebaikan dan ketakwaan, karena kebahagiaan akan semakin jauh bagi kita, selama kita masih terus bermusuhan. Padahal kita beragama satu, Islam, bermadzhab satu, Syafi’i, bertempat satu di pulau Jawa (sekarang mungkin Indonesia), dan beraliran satu Ahlussunnah wal Jama’ah.” (al Mawaidz, 34-35)
“Membangun dua masjid dalam satu kawasan tidak diperbolehkan, karena akan mengganggu ketika shalat Jumat berlangsung, di samping juga memisahkan hubungan antar jamaah kaum muslimin. Jika keadaan amat mendesak, seperti sempitnya tempat akibat banyaknya jumlah jamaah, maka boleh membangun dua masjid atau lebih dalam satu kawasa.” (Risalah fi al Masajid, 15)
“Persaudaraan sejati di antara kaum muslimin harus terwujud dalam bentuk silaturahmi, menghargai perbedaan pendapat. Berinteraksi sosial yang baik dengan tetangga dan kerabat, menghormati hak-hak orang tua, menyayangi kaum dhuafa dan anak kecil.” (Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah, 15).
“Persaudaraan sesama muslim akan terhapus jika sudah tidak bertegur sapa (tadabur),  saling membenci (tabaghudh), tidak silaturahmi, tidak menghasud dan tercerai-berai (tidak bersatu) serta membuat keanahen dalam urusan agama.” (Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah, 15)
“Saya menyeru agar kaum muslim bersaudara dalam urusan kebaikan dan tolong menolong, berpegang teguh kepada Allah (Islam), tidak terpecah belah, mengikuti ajaran Al Quran dan hadis, sebagaimana hal ini telah ditetapkan para ulama salafus shalih.”(Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah, 15)

Memaafkan Tak Perlu Menunggu Lebaran


Sejatinya manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan akal dan pikiran. Akan tetapi hal tersebut bukan berarti semua manusia seluruhnya bersifat baik, karena tidak semuanya menggunakan akal dan pikirannya dengan baik pula.  Selanjutnya yang perlu kita sadari bahwa manusia merupakan makhluk yang diciptakan sebagai tempatnya salah dan lupa,  yang tentunya di situlah terdapat unsur sengaja atau pun tidak sengaja.
Ketika seseorang berbuat kesalahan kepada orang lain,  maka yang perlu dilakukan ialah meminta maaf. Sedangkan bagi seseorang yang dimintai maaf dianjurkan supaya mempunyai jiwa pemaaf dengan hati yang lapang. Suasana lebaran adalah momentum yang tepat untuk saling memaafkan, menyucikan diri, dan menikmati hari kemenangan.
Di Indonesia, perayaan ini biasanya dikemas dalam acara pertemuan tahunan yang khas dan unik yang disebut halalbihalal. Biasanya masyarakat datang ke rumah tetangga sekitarnya, kerabat, bahkan guru alif (guru ngaji), untuk memohon maaf dan meminta kehalalannya atas segala kesalahan yang mungkin pernah dilakukan. Sudah sepantasnya mengungkapkan kesalahan dan bukan saatnya untuk malu mengaku salah.  Karena dosa terhadap sesama akan Allah ampuni jika orang tersebut mau memaafkan kita. Namun, apakah meminta maaf dan memaafkan harus menunggu Idul Fitri?
Rasulullah SAW bersabda “Barang siapa memiliki tanggungan kelaliman terhadap saudaranya, entah dalam hal kehormatan atau pun hartanya, maka hendaklah meminta kehalalannya hari ini. Sebelum datang hari (kiamat) di mana tidak berguna lagi dirham dan dinar. Pada hari kiamat nanti, bila seseorang yang melalimi belum meminta kehalalan dari saudaranya, maka bila ia memiliki amal kebaikan, sebagian amal kebaikannya itu diambil sekadar kelaliman yang ia lakukan untuk diserahkan kepada orang yang pernah ia lalimi. Bila ia sudah tidak memiliki sisa amal kebaikan, maka dosa yang dimiliki orang yang pernah ia lalimi di dunia akan dilimpahkan kepadanya senilai kelaliman yang pernah ia lakukan” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah ra.).
Berdasarkan hadis tersebut sangat jelas bahwa kesalahan itu tidak perlu disembunyikan,  tidak untuk dipendam,  dan tidak pula malu untuk diungkapkan.  Maka sebelum terlambat, sebelum ajal menjemput, dan sebelum datang hari kiamat,  sebaiknya kaum muslim membersihkan hati dan pikiran, terlebih mendapat maaf dari seseorang yang pernah dilalimi, supaya hidup tidak sia-sia kapan saja, bahkan kata Rasulullah dalam hadis di atas, pada hari itu juga.
Maka dari itu,  alangkah lebih baiknya jika setiap saat dilakukan muhasabah atau introspeksi diri, setiap hari meminta maaf dan memaafkan, sehingga tidak harus menunggu halalbihalal saban tahun sekali tiba. Sebagian orang salah kaprah dengan menganggap bahwa minta maaf dapat ditunda ketika lebaran Idul Fitri, padahal kematian bisa datang kapan saja dan dalam keadaan apa saja. Maka sebaiknya minta maaf dan memaafkan menjadi momen harian yang dilakukan.
Penulis mendapatkan satu ibrah menarik dari kisah rumah tangga KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah dan Nyai Hj. Farida Salahuddin. Setiap hari, Nyai Farida meminta keikhlasan maaf kepada sang suami agar mendaptkan rido. Begitu pula Gus Sholah pun meminta maaf dan memberi maaf. Keduanya legowo menurunkan ego sehingga setiap hari keduanya dapat bersih dari saling menyakiti dan segala ketersinggungan. Begitulah rahasia keharmonisan rumah tangga keduanya.
Walau begitu, pumpung ada momen lebaran Idul Fitri, sebaiknya umat Islam menjadikannya sebagai ajang penyucian diri dan penebus dosa, menjadi usaha seminimal-minimal mungkin. Muslim harus mengingat bahwa hidup hanya sementara,  apapun yang dipunya sejatinya hanya milik Allah semata,  dan segala sesuatu itu akan kembali kepada-Nya pula.  Karena semuanya hanyalah titipan Allah agar manusia menjadi khalifah (pemimpi) di muka bumi ini.  Sementara seorang khalifah itu sendiri harus mampu menjadi teladan yang baik dan bertanggung jawab.
Rasulullah SAW juga bersabda, “Allah merahmati seorang hamba yang pernah berbuat lalim terhadap harta dan kehormatan saudaranya, lalu ia mau datang kepada saudara yang dilaliminya itu untuk minta kehalalannya (minta maaf) sebelum ajal menjemput,” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah).
Dalam Al Quran pun Allah sudah menegaskan:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” (QS. Ali Imron: 222).
Maka, marilah kita membuka hati untuk selalu menyucikan diri dan menebar kebaikan. Menurunkan ego memang bukan perkara muda. Namun, akan lebih sulit lagi jika kesalahan dan kelalilaman kita pada sesama menjadi pemberat kita nanti di akhirat, menjadi cela negatif ketika timbangan amal dipamerkan. Nauzdzubillahi min dzalik. Wallahu a’lam bishshawab.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari
Sumber: Riyadus Shalihin dan Shahih Bukhori

Memetik Keteladanan Rasulullah SAW dalam Persaudaraan


Oleh: KH. Fawaid Abdullah*
Rasulullah SAW itu sejak masa kecil selalu senang bersahabat dan berteman dengan siapa saja, tidak pernah sama sekali bermusuhan dengan siapa saja. Rasulullah selalu mengutamakan kemaslahatan dan tidak gegebah dalam melakukan sesuatu sehingga berdampak buruk bagi orang lain, karena persaudaraan adalah segalanya bagi beliau.
Beliau itu selalu menjaga hak mereka dengan sebaik-baiknya muamalah. Baginda Nabi sangat tidak suka mendengar ghibah (gosip/menggunjing) dan namimah (mengadu-domba), provookasi dan lain sebagainya. Beliau sangat melarang segala apapun yang dapat menyebabkan perselisihan dan putusnya pertemanan dan persaudaraan.
Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dari sahabat Ali bin Abi Thalib Karramallahu Wajhahu, sesungguhnya Baginda Nabi SAW bersabda, “Allah telah menyayangi Abu Bakar dan menikahkanku dengan putrinya yaitu Siti Aisyah, membawaku ke kampung hijrah, membebaskan Bilal dengan harta bendanya. Hartanya (Abu Bakar) sangat bermanfaat sekali di dalam dakwah Islam”. Itulah betapa sangat berharga sekali persaudaraan dan persahabatan itu.


Baginda Nabi juga sangat cinta persatuan. Beliau sangat tidak suka akan pecah belah dan bercerai berai. Sebagaimana Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Sahabat Anas bin Malik RA, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Jangan kalian memutuskan Silaturrahim (persahabatan, persaudaraan). Jangan saling membelakangi, jangan saling bermusuhan, dan jangan saling menghasud. Kalian adalah ummat yang bersaudara, tidak halal di antara kalian itu bermusuhan lebih dari tiga hari. Sebagaimana mereka kaum Muhajirin dan Anshor itu sungguh saling bersaudara (bahkan) melebihi dari saudara Nasab.
Abu Bakar bersaudara dengan Kharijah bin Zuhair, Jakfar bin Abi Thalib bersaudara dengan Mu’ad bin Jabal, Umar bin Khattab bersaudara dengan Utban bin Malik, Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’d bin al Rabi’. Sampai-sampai di antara mereka saling mewaris di dalam urusan Harta benda”.
Meninjakkan kaki bersama sahabat di Madinah untuk membangun peradaban baru, Rasulullah malah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshor agar saling tolong-menolong antar saudara dan menjalin persatuan umat Islam serta menjadi pondasi dasar membangun negara.
Kemudian turun Firman Allah Ta’ala yang berbunyi:
وَالَّذِينَ آمَنُوا مِنْ بَعْدُ وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا مَعَكُمْ فَأُولَٰئِكَ مِنْكُمْ ۚ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَىٰ بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al Anfal: 75).
Pentingnya persaudaraan di dalam Islam itu sampai diibaratkan seperti satu tubuh. Apabila satu bagian tubuh sakit maka ikut sakit bagian tubuh yang lain, bagaikan sakit panas dan demam. Itulah penting nya betapa persahabatan dan persaudaraan itu menjadi pondasi dan dasar pijakan dalam Islam sebagaimana dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW.

*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.

Home Ads

Ceramah Inspiratif